Halaman

Selasa, 03 September 2019

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)


Secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Sedangkan Kurkikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai pebelajar, penilaian, kegiatan belajar. mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, dalam Dewa Komang Tantra, 2009).
Penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan peserta didik yang dimaksudkan itu telah diamanatkan dalam kebijakan-kebijakan nasional sebagai berikut:
  1. Perubahan keempat UUD 1945 Pasal31 tentang Pendidikan.
  2. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004.
  3. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  4. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Daerah sebagai Daerah Otonom, yang antara lain menyatakan pusat berkewenangan dalam menentukan: kompetensi siswa; kurikulum dan materi pokok; penilaian nasional; dan kalender pendidikan.
  5. Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999 yang antara lain; perlu  dilakukan penyempurnaan sistem pendidikan; dan dilakukan penyempurnaan kurikulum dan diversifikasi.
  6. Gerakan peningkatan mutu pendidikan yang telah dicanangkan oleh Presiden.
a.   Perubahan
Kurikulum merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, oleh karena itu kurikulum juga harus peka dan sekaligus mampu merespon beragam perubahan dan beragam tuntutan stakeholders yang menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Negara-negara berkembang dan negara maju di hampir seluruh dunia sekarang ini tengah berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Dengan adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan.
Jika selama ini kebijakan pengembang pendidikan dilakukan secara terpusat (sentralistik), di mana semua kebijakan mulai dari kurikulum sampai pedoman pelaksanaan teknis ditangani oleh pusat. Maka, dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2002 tentang pembagian kewenangan antara pemerintah dan kewenangan daerah.
a.    Landasan Kurikulum Berbasis kompetensi
Ada beberap jenis landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum (KBK). Menurut Tylor (1949), landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial budaya dan psikologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang dikemukakan Murray Print (1993) bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, sosial budaya, dan psikologis, perkembangan ilmu dan teknologi.Perkembangan terakhir, beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut dengan landasan manajemenPenyusunan model desain kurikulum berdasarkan kompotensi akan mengacu kepada landasan kurikulum berbasis kompetensi yaitu:
  1. Landasan Filosofis.  Filsafat merupakan suatu sistem yang dapat menentukan arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling dihargai dalam hidup seseorang. Proses pentingnnya mendidik anak agar menjadi manusia yang baik pada hakekatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau filsafat yang dianut negara, juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara mengajar dan penilainnya. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan. Filsafat inilah yang harus dimiliki oleh seorang guru, agar dapat membentuk pandangan hidup yang benar, karena dalam filsafat terhandung gambaran tentang masyarakat yang akan dibangun, manusia apakah yang harus dibentuk, kurikulum apakah yang akan digunakan.
  2. Landasan Psikologis.  Kurikulum harus dipandang sebagai suatu sistem yang di dalamnya merupakan reaksi terhadap proses yang ditentukan oleh orang dewasa dengan memperhatikan kebutuhan dan minat anak. Para ahli pengembangan kurikulum selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran, agar anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma, dan dapat menguasai sejumlah ketrampilan. Guru mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberikan hasil yang baik dan ini sering dilakukan dengan menggunakan berbagai teori belajar. Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar, dengan demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum dengan psikologi belajar dan psikologi anak.
  3. Landasan Sosial Budaya. Landasan ini berkenaan dengan keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, berupa pengetahuan dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui bahwa anak tidak hidup sendiri, ia selalu hidup dengan masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai anak dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan maasyarakat. Tuntutan masyarakat tidak dapat diabaikannya, tiap masyarkat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan, yang tidak dapat tidak harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakan dalam kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
  4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Landasan ini berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Masyarakat yang berkembang karena dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki pengaruh cukup kuat pada pengembangan kurikulum, terutama teknologi industri, transportasi, komunikasi, telekomunikasi dan elektronik yang menyebabkan masyarakat berkembang sangat cepat menuju masyarakat terbuka, masyarakat informan dan global. Perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan setiap individu warga masyarakat, mempengaruhi pengetahuan, kecakapan, sikap, aspirasi, minat, semangat, kebiasaan bahkan pola-pola hidup mereka.
  5. Landasan Organisatoris. Landasan ini berkenaan dengan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang di sajikan. Bagaimana pelajaran akan disajikan ? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broadfield  atau bidang studi seperti yang dilaksanakan di Indonesia pada saat ini.
a.    kelebihan dan kukurangan KBK
1.      Kelebihan/Keunggulan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai berikut:
  • Mengembangkan kompetensi-kompetensi peserta didk pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri.
  • KBK bersifat alamiah (konstekstual), karena berangkat berfokus dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge).
  • Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu.
  • Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik /siswa (student oriented). Peserta didik dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, peserta dapat belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
  • Guru diberikan kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing sesuai mata pelajaran yang diajarkan.
  • Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
  • Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan peserta didik untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.
  • Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan ketrampilan.
2.      Kelemahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai berikut:
  • Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal indikator sebaiknya disusun oleh guru, karena guru yang paling mengetahui tentang kondisi peserta didik dan lingkungan.
  • Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang pembelajaran secara berkelanjutan.
  • Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya yang lebih pada teacher oriented.
  • memandang  kompetensi  sebagai sebuah entitas yang bersifat tunggal, padahal kompetensi merupakan ” a complex  combination of knowledge,attitudes, skills and values displayed in the context of task performance “. ( Gonczi,1997), sistem pengukuran perilaku yang menggunakan paradigma behaviorisme ditengarai tidak mampu mengukur sesuatu perilaku yang dihasilkan dari pembelajaran bermakna (significant learning) (Barrie dan Pace,1997), dan kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan KBK adalah waktu,biaya dan tenaga yang banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar